DESAIN KURIKULUM
A.
Pengertian
Disain Kurikulum
Konsep dari desain kurikulum berfokus pada
cara kurikulum tersebut dibentuk, terutama penyusunan yang aktual dari bagian
rencana kurikulum. Istilah disain kurikulum (beberapa menyebutnya organisasi
kurikulum) menunjuk pada penyusunan bagian-bagian kurikulum kedalam pokok
persoalan yang sesungguhnya. Yang pemilihan desainnya dipengaruhi oleh
pendekatan kurikulumnya dan orientasi folosofi.
Bagian
ini terkadang disebut komponen elemen. Yang termasuk disain kurikulum adalah:
1. Tujuan
2. Pokok
permasalahan.
3. Pembelajaran
pengalaman.
4. Penilaian
pendekatan.
Inti dari komponen yang diorganisasikan dalam
rencana kurikulum merupakan pengertian kurikulum disain. Meskipun kebanyakan
rencana kurikulum didalamnya terdapat empat elemen diatas, kebanyakan dari
rencana kurikulum tersebut tidak memiliki bobot yang sama.
1. Menurut
Longstreet (1993)
Desain kurikulum ini merupakan desain kurikulum yang berpusat pada pengetahuan (the knowledge centered design) yang dirancang berdasarkan struktur disiplin ilmu, oleh karena itu model desain ini dinamakan juga model kurikulum subjek akademis yang penekanannya diarahkan untuk pengembangan itelektual siswa.
Desain kurikulum ini merupakan desain kurikulum yang berpusat pada pengetahuan (the knowledge centered design) yang dirancang berdasarkan struktur disiplin ilmu, oleh karena itu model desain ini dinamakan juga model kurikulum subjek akademis yang penekanannya diarahkan untuk pengembangan itelektual siswa.
2.
Menurut McNeil (1990)
Desain kurikulum ini berfungsi untuk mengembangkan proses kognitif atau pengembangan kemampuan berfikir siswa melalui latihan menggunakan gagasan dan melakukan proses penelitian ilmiah.
Dari pendapat diatas dapat disimpulan kurikulum merupakan mengembangkan proses kognitif atau pengembangan kemampuan berfikir untuk pengembangan itelektual siswa.
Desain kurikulum ini berfungsi untuk mengembangkan proses kognitif atau pengembangan kemampuan berfikir siswa melalui latihan menggunakan gagasan dan melakukan proses penelitian ilmiah.
Dari pendapat diatas dapat disimpulan kurikulum merupakan mengembangkan proses kognitif atau pengembangan kemampuan berfikir untuk pengembangan itelektual siswa.
B.
Tujuan
Desain Kurikulum
Tujuan
pendidikan menjadi focus dan sasaran utama semua kegiatan pendidikan, termasuk
penyusunan kurikulum. Dalam penyusunan kurikulum, tujuan pendidikan yang masih
bersifat umum, yaitu tujuan nasional atau tujuan institusional dijabarkan
kepada tujuan-tujuan yang lebih khusus atau tujuan kurikuler (goal), dan
kemudian dijabarkan lagi kepada tujuan-tujuan khusus atau tujuan instruluksional
(objective). Tujuan umum menggambarkan nilai-nilai, kebutuhan dan harapan dari
masyarakat. Rumusan tujuan ini masih umum, relatif abstrak perlu dijabarkan dan
dirumuskan dalam tujuan yang lebih khusus, lebih kongrit dan spesifik yang
menggambarkan prilaku atau kecakapan khusus yaitu tujuan instruksional.
Pendidikan berpungsi membantu
pengembangan pribadi siswa secara utuh, secara menyeluruh, seluruh kemampuan
dan karateristik pribadi. Untuk mempermudah pemahaman dan penggambaran, para
ahli mencoba, mengadakan pengelompokkan kemampuan dan karateristik tersebut
kedalam domain-domain. Dalam kaitan rumusan tujuan pengajaran Bloom dan
kawan-kawan, membaginya atas tiga domain, yaitu; kognitif, afektif dan
psyikomotori. Domain kognitif berkenan dengan kemampuan dan kecakapan
–kecakapan intelektual afektif dengan kemampuan dan penguaasaan segi-segi
emosional, sikap dan nilai, sedang domain psyikomotor dengan
keterampilan-keterampilan.
Setiap domain memiliki tahapan-tahapan tertentu, Bloom dkk (1964) membagi domain kognitif atas 6 tahap, mulai dari yang rendah: knowledge, comprehension, application, analysis, synthesis, dan evaluation. Krsthwohl dkk (1964) membagi domain afektif atas: receiving (attending), responding, valuing, organization, characterization of a value complex, sedangkan untuk domain psikomotor, Anita Harrow (1972) membagi atas: reflex movements, basic-fundamental movements, perceptual abilities, physical abilities, skilled movements, nondiscursive communication.
Setiap domain memiliki tahapan-tahapan tertentu, Bloom dkk (1964) membagi domain kognitif atas 6 tahap, mulai dari yang rendah: knowledge, comprehension, application, analysis, synthesis, dan evaluation. Krsthwohl dkk (1964) membagi domain afektif atas: receiving (attending), responding, valuing, organization, characterization of a value complex, sedangkan untuk domain psikomotor, Anita Harrow (1972) membagi atas: reflex movements, basic-fundamental movements, perceptual abilities, physical abilities, skilled movements, nondiscursive communication.
Anderson dan Krathwohl ( 2001 )
mengadakan penyempurnaan tentang tahapan-tahap kognitif. Mereka menambah segi
kretivitas sebagai puncak tahapan kognitif. Tahap-tahap kognitif menurut
Anderson dan Karthwol selengkapnya adalah sebagai berikut: knowledge,
comprehension, application, analyisis , evaluation, and creativity. Tiap
lembaga pendidikan tidak selalu memiliki bobot yang sama tentang ketiga domain
tersebut. Lembaga pendidikan keilmuan mungkin bobot untuk domain kognitif lebih
besar, sedangkan lembaga pendidikan keterampilan bobot untuk domain psyikomotor
lebih besar.
C.
Komponen
Disain
Disain kurikulum diperhatikan berdasarkan
inti dan penyusunan empat elemen dasar kurikulum. Empat dasar tersebut berasal
dari H. Giles dalam “The eight-year study”. Dia menggunakan komponen-komponen
tersebut untuk menunjukkan hubungan dan bagian dari pembelajaran pengalaman.
Empat
komponen desain tersebut memberikan pembuat kurikulum empat pertanyaan:
1.
Apa yang harus diselesaikan?
2.
Apa pokok permasalahan yang harus diikut
sertakan?
3.
Apa strategi, sumber dan aktivitas yang
akan dilakukan?
4.
Dan apa metode dan intrumen yang akan
digunakan untuk menilai hasil kurikulum?
Menurut Giles, empat komponen
saling berhubungan keputusan yang dibuat tentang komponen satu bergantung pada
keputusan yang dibuat tentang komponen lainnya.
Sedangkan
menurut Tyler mengungkapkan kunci dari
elemen kurikulum. Disain kurikulum melihatkan beragam filosofi atau teori. Teori seseorang akan berdampak
pada penafsiran dan pemilihan tujuan, mempengaruhi isi yang dipilih dan
bagaimana dia mengaturnya,mempengaruhi keputusan tentang bagaimana
mengajar/menyampaikan isi kurikulum, dan memandu putusannya tentang bagaimana
untuk mengevaluasi keberhasilan dari perkembangan kurikulum.
Hilda Taba
mengungkapkan bahwa kebanyakan disain kurikulum berisi komponen Giles, tapi itu
terdapat banyak kekurang seimbangan karena elemen-elemen tersebut tidak
berdasarkan pada hubungan teori yang rasional.
Disain kurikulum
harus mengklarifikasi filosofi dan sudut pandang sosialnya dan individu
pembelajaran atau yang sering disebut sumber kurikulum. Untuk mengetahui
pengaruh disain kurikulum harus memberikan perhatian sehingga sumber
kurikulumakan berpengaruh pada pendidikan.
Cara perencana kurikulum merespon dalam pertanyaan:” apa sumber-sumber ide
pendidikan?”akan berdampak pada pandangannya terhadap KD. Taba mengungkapkan
bahwa besar jarak diantara teori dan praktek dapat disebabkan berdasarkan
kekurangan alasan.
Ronald Doll mendeskripsikan empat
sumber ide disain kurikulum: 1) ilmu pengetahuan, 2)sosial, 3)kebenaran yang
abadi, 4)hal yang bersifat dengan ketuhanan. Sumber ini mirip dengan sumber
kurikulum yang diidentifikasikan oleh Deweyand Bode dan dipopulerkan oleh Tyler
yaitu :
1. Pengetahuan
sebagai sumber
ode ilmiah untuk mengetahui kebenaran, mereka
memilih dan menyusunnya dalam elemen kurikulum yang dapat diobservasi dan
diukur
2. Sosial
(kemasyarakatan) sebagai sumber.
Desainer kurikulum menyatakan sosial
sebagai sumber kurikulum yang terpercaya karena sekolah adalah agen sosial
3. Pembelajaran
sebagai sumber.
Beberapa orang percaya
bahwa kurikulum harus didapat dari apa yang kita ketahui sebagai pelajar.
Bagaimana dia belajar, tingkah laku, ketertarikan, dan nilai. Kemajuan
kurikulum dan pendidik menyadari bahwa pelajar adalah sumber belajar.
D.
Pertimbangan
Dimensi Desain.
Disain
kurikulum adalah statmen yang
menerangkan bahwa relasi (hubungan) merupakan komponen/elemen sebuah kurikulum.
Pembuat kurikulum, ketika mempertimbangkan desain harus melihatnya dari dimensi
yang beragam:
1. Skop
(jangkauan)
Ketika mempertimbangkan
disain kurikulum, pendidik harus menetapkan luas dan dalamnya isi kurikulum,
Hal ini disebut skop (jangkauan). Galen Sailor mendefenisikan skop sebagai:
luas, macam/jenis, dan tipe pengalaman pendidikan yang disediakan pelajar
sebagai peningkatan mereka melalui program sekolah.
2. Integrasi.
Tantangan utama dalam
membuat skop adalah mengintegrasi banyak pembelajaran. Idealnya pendisain kurikulum menyadari bahwa
pembelajaran lebih efektif ketika isinya saling berkaitan satu dengan lainnya.
3. Kesinambungan.
Ketika mempertimbangkan
kesinambungan, pembuat kurikulum ditantang untuk bersepakat/bertransaksi secara
efektif dengan elemen kurikulum, jadi kurikulum membantu perkembangan komulatif
dan pembelajaran yang berkelanjutan.
4. Keberlanjutan.
Keberlanjutan
berhubungan dengan manipulasi vertikal atau repetisi komponen kurikulum.
Keberlanjutan sangat jelas menurut Bruner dalam “Kurikulum Spiral”. Bruner
menyatakan bahwa kurikulum harus diatur berdasarkan hubungan atau struktur ide
dasar “mereka harus dikembangkan dan dikembangkan ulang dalam gaya yang
spiral”.
5. Artikulasi
dan Keseimbangan.
Artikulasi merupakan
hubungan dari aspek kurikulum yang beragam hubungannya dapat berupa vertikal
(melukiskan hubungan aspek tertentu dalam rangkaian kurikulum) dan horizontal
(artikulasi yang berhubungan dengan tempat).
Keseimbangan kurikulum
merupakan kesempatan siswa untuk menguasai pengetahuan dan untuk
memanfaatkannya dengan cara menghargai tujuan perorangan, sosial, dan tujuan
intelektual. Karena kurikulum dapat dilihat dari referensi yang berbeda
komponen kurikulum yang akan diseimbangi akan mendapatkan bentuk dan dimensi
yang berbeda.
E.
Wakil
Komponen Disain.
Komponen kurikulum dapat
diorganisasikan dalam cara yang beragam. Akan tetapi semua KD di modifikasi
dan/atau integrasi dari tiga tipe disain dasar.
1. Desain
yang terpusat pada subjek
Desain yang berpusat
pada subjek adalah KD yang paling populer dan sering digunakan . hal ini
dikarenakan pengetahuan dan konten diterima dengan baik sebagai bagian integral
kurikulum. Sekolah-sekolah memiliki sejarah yang kuat dari akademik
rasionalisme.
a. Subjek
Desain (SD).
Subjek desain adalah
sekolah disain tertua dan memiliki guru dan “lay people” yang terkenal. SD juga
dikenal karena gurui dan lay people biasanya dididik dan/atau dilatih disekolah
yang mempekerjakannya. SD juga populer karena sesuai dengan teksbook dan cara
guru dilatih sebagai spesialis suatu subjek. Desain ini berdasarkan atas
kepercayaan, tentang apa yang membuat manusia unik dan khusus adalah
intelektual mereka.
Hendri Morrison
menyatakan bahwa “bahan-bahan kurikulum subjek didapatkan dari kesusastraan
individu dan kemampuan tersebut harus menjadi fokus dari kurikulum dasar” dan “merasakan
bahwa sebuah desain dapat membuat siswa di sekolah nonformal dapat
mengembangkan ketertarikan dan kompetensi subjrk disuatu area.
Rober Hutching
(1930-an), mengindikasikan subjek-subjek yang akan menjadi bagian komponen
disain: bahasa dan penggunaanya (membaca,menulis,berbicara,literatur),
matematika,sains,sejarah,bahasa asing.
Untuk edukator teori,
setiap subjek yang terpisah mewakili
sebuah spesialisasi dan bagian yang unik dari konten. Organisasi konten
kurikulum juga berasumsi bahwa subjek dasar diatur dalam : dasar kronologis,
prasyarat pembelajaran, penguasaan/keunggulan dalam suatu bagian, pembelajaran
deduktif.
Pendukung desain juga
mengatakan bahwa keuntungan terbaik dari desain ini adalah memperkenalkan siswa
kepada pengetahuan sosial yang penting. Desain ini juga mudah disampaikan
karena buku-buku pelengkap dan penunjang materi mudah tersedia.
b. Disiplin
Desain (DD).
Disiplin Desain muncul
pada zaman perang dunia ke-II. Popularitasnya memudar semenjak protes
siswa-siswa (1970-an) tapi disiplin desain masih tetap ditampilkan dibanyak
organisasi kurikulum disekolah dasar dan sekolah sekunder terutama di
kampus-kampus dan universitas-universitas.
Seperti desain
subjek-terpisah, dasar Disiplin desain adalah konten organisasi akan tetapi
mengingat subjek disain tidak membuat dasar fundamental menjadi jelas,
orientasi disiplin desain menetapkan fokusnya pada disiplin akademik.
King
dan Brownell menganjurkan desain ini mengindikasikan bahwa disiplin adalah
pengetahuan khusus yang memiliki karakteristik dasar berikut: komunikasi
perorangan, expresi imajinasi seseorang, wewenang, tradisi, mode penyelidikan
publik, struktur konseptual, spesialisasi bahasa, warisan kesusastraan,
jaringan komunikasi, pendirian yang berharga dan mempengaruhi, komunitas yang
instruktif.perbedaan penting antara Disiplin Disain dengan masalah subjek
desain, dalam Disiplin Desain siswa mengalami pendisiplinan, jadi mereka dapat
memahami sementara di Subjek Disain pelajar diingatkan untuk belajar jika
hanya mendapatkan pengetahuan dan
informasi. Menurut Bruner, pembelajaran terjadi ketika pelajar menyadari ide
dan prinsip dasar dan hubungan timbal balik dari ide-ide ini dan juga manfaat
mereka dalam banyak situasi.
c. Desain
yang Luas (DL).
Desain yang luas
mengizinkan penggabungan dua atau lebihsubjek yang saling berhubungan menjadi
satu studi yang luas (sebuah KD) yang menyimpang dari pada subjek tradisional.
Tahun 1930-an dan
1940-an, Desain yang luas merupakan bagian dari pergerakkan untuk pembelajaran
yang terintegrasi. Desain yang luas populer karena disain yang luas
menghilangkan batasan-batasan subjek dengan membuat informasi menjadi berarti
untuk pelajar. Desain yang luas juga memperolehkan guru untuk lebih fleksibel
dalam memilih konten tapi, disain yang luas populer karena disain yang luas
memungkinkan pelajar untuk melihat hubungan diantara subjek kurikulum yang
beragam.
d. Desain Korelasi (DK).
Desain korelasi
merupak.an desain yang digunakan oleh seseorang yang tidak ingin pergi sejauh
pembuatan desain yang luas, tapi seseorang yang menyadari bahwa ada waktu
ketika subjek terpisah memerlukan beberapa hubungan untuk mengurangi pemisahan
konten kurikulum.
Desain Korelasi adalah
usaha untuk menghapuskan isolasi dan pemisahansubjek-subjek tanpa memeriksa
subjek kurikulum. Contoh guru sain berkeinginan untuk berkolaborasi dengan guru
sosial dengan meminta siswa untuk meminta siswa membuat peper tentang sejarah
teori-teori sains
2. Desain
yang terpusat pada pelajar.
Respon kepada perencana
pendidikan yang mempertimbangkan pembuatan kurikulum berdasarkan nilai harus
menegaskan masalah subjek. Dan pada abad ini pendidik menyatakan bahwa pelajar
adalah bagian terpenting :
a. Desain
yang terpusat pada anak-anak (DAA)
Ketika desain yang
terpusat pada pelajar mendapatkan kedudukan dalam pendidikan, advokatnya bersikeras
bahwa sebenarnya semua aktivitas pembelajaran sekolah harus berfokus pada
kebutuhan dan ketertarikan anak-anak.
Rousseau mengatakan
bahwa sebagai anak-anak yang mendekati masa remaja “banyak skill dan bimbingan
yang diperlukan untuk membimbing mereka kearah studi teori”. Guru-guru
menyediakan kesempatan kepada pelajar untuk mengobservasi alam dan belajar
dengan cara sendiri. Heindrik Pestalozzi dan Friedrich Froebel membantah bahwa
anak-anak akan mencapai “diri yang nyata” melalui partisipasi sosial. Pasker
percaya bahwa metode intruksi harus disusun berdasarkan cara alami anak-anak
belajar.
Willian kilpatrick
mengkombinasikan 4 langkah metodelogi yang sebenarnya merupakan langkah-langkah
kelakuan: menentukan maksud,
merencanakan, melaksanakan, menilai (dengan rancangan yang dianggap penting
dari ruang kelas sampain komunitas). Ide bahwa solusi sebuah masalah
membutuhkan penggunaan metode dan materi-materi dari beragam subjek melekat
pada fokus anak-anak dan kurikulum yang berfokus pada pengalaman.
b. Desain
yang terpusat pada pengalaman (DP).
DP mirip dengan DAA
yang menggunakan perhatian/kepentingan anak-anak sebagai dasar untuk mengatur
dunia sekolah anak-anak. Perbedaan dengan DAA adalah ketertarikan dan kebutuhan
anak-anak tidak dapat diantisipasi, oleh karena itu kerangka kurikulum tidak
dapat direncanakan untuk semua anak-anak.
Dewey mengatakan bahwa
ketertarikan telah disamakan dengan gambaran yang menjadi pilihan anak-anak,
pendidik perlu berhati-hati bahwa ketertarikan anak-anak cendrung tidak kekal
atau hanya kebetulan. Guru-guru bertanggungjawab untuk mengidentivikasi dan
mengolah ketertarikan anak-anak.
c. Desain
Romantis/radikal (DR).
Deasin romantis zaman
sekarang menghadirkan kasus yang di dalamnya terdapat kurikulum yang tidak
dapat berkembang sebelum siswa masuk kekelas dan sebelum kebutuhan dan
ketertarikan mereka diakses.
Paul goodman menentang
bahwa, ketika pendidik mencoba untuk mempengaruhi pertumbuhan anak-anak
berdasarkan perkiraan kurikulum dengan metode artikulasi. Kelemahan utama desain
yang terpusat pada pelajar, terutama desain romantis/radikal berdasarkan
kritik-kritik. Kurikulum yang berdasarkan kebutuhan dan keinginan anak-anak
tidak cukup dapat untuk menyiapkan kehidupan anak-anak. Pelajar tidak memiliki
pengalaman penting untuk dapat memahami
kebutuhan kehidupan didunia.
d. Desain
Kemanusiaan (DM).
Carl Rogers berasumsi
bahwamasyarakat dapat meningkatkan pembelajaran pimpinan-diri dengan menilai
diri sendiri untuk meningkatkan pengertian. Diri, untuk belajar konsep diri dan
sikap-sikap dasar untuk memandu tingkah laku mereka. Tugas pendidik, untuk
mengatur lingkungan pendidikan seperti kelakuan, empati, dan menghormati diri
sendiri dan orang lain.
Pelajar ditantang untuk
bertanggungjawab dan menghargai pilihan mereka dan membuat mereka merasa nyaman
mengetahui bahwa mereka mampu membuat pilihan.
3. Desain
yang terpusat pada Masalah .
Desain yang terpusat
pada masalah di organisasikan untuk menguatkan budaya tradisi dan juga untuk
menunjukkan komunitas-komunitas dan kebutuhan-kebutuhan sosial yang belum
ditemui. Kurikulum diorganisasikan dengan disain ini tergantung kepada seberapa
besar inti masalah yang harus dipelajari
konten-konten yang dipilih harus relevan terhadap masalah yang sedang diperhatikan.
Untuk alasan ini konten sering melampaui batas konten juga harus didasari
kepada batas utama terhadap kebutuhan-kebutuhan, perhatian-perhatian, dan
kemampuan-kemampuan pelajar.
a. Desain
situasi-kehidupan (DSK).
Pada abad ke-19 desain
situasi-kehidupan yang diusulkan oleh florence Stratemayer pada tahun-tahun
awal setelah perang dunia II didasarkan atas prinsip yang diperoleh dari sebuah
studi. Stratemayer menyimpulkan bahwa pelajar akan mengetahui pembelajaran
sekolah lebih berarti dan dapat diterapkan secara langsung dalam kehidupan.
Stratemayer percaya bahwa kebutuhan anak-anak juga
menyediakan dasar untuk menentukan kurikulum. Pembuat kurikulum yang baik harus
membedakan antara yang tidak berguna dan
yang berguna dalam mengembangkan generalisasi yang berarti. Ini dipertimbangkan
dengan baik-baik untuk pembelajaran masalah didasarkan pada perhatian/fokus
anak-anak bukan pada kebutuhan orang dewasa. Dalam hal ini desain yang
diusulkan Stratermayer terfokus pada anak-anak.
b. Desain
Inti (DI).
Disain Inti disebut
juga fungsi inti sosial yang direncanakan
baik-baik . disain inti terpusat padapendidikan general dan didasarkan pada
masalah-masalah yang muncul dari
aktivitas manusia. Disaian Inti didasarkan pada tradisi perkembangan
pendidikan. Disain inti lebih baik dari pada desain yang terpusat pada pelajar.
Desain ini biasanya
diajarkan dalam format “blok” untuk dua atau lebih periode normal untuk
mengajar komponen inti yang dijadwalkan bersama. Meskipun konten merupakan
bagian dari desain ini kebutuhan-kebutuhan, masalah-masalahdan perhatian-perhatian
yang muncul dari pelajar merupakan fokus utama. Fokus masalah berlangsung
dengan cara berbeda setiap kelas.
c. Masalah
Sosial dan Rekontruksi desain (MSR).
Statemayer telah menentang bahwa ketertarikan anak-anak
harus dipandu oleh konten kurikulum dan pengalaman.
Perhatian dari masalah
sosial dan rekontruksi disain adalah respon dari depresi yang mendalam.
Rekontruksi yang terlalu banyak diakibatkan karena masalah-masalah berbohong
kepada sekolah begitu juga solusinya.
Masalah sosial dan
rekontruksi memiliki maksud dasar untuk mengingat pelajar dalam menganalisa
banyak masalah untuk menghadapi berbagai jenis manusia. Bagaimanapun konten dan
tujuan diputuskan oleh orang-orang yang membuat kurikulum.
F.
Isi
Isi
kurikulum ini bisa berupa pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, dalil, teori),
bisa juga berupa kemampuan (keterampilan, kecakapan, kompetensi), atau gabungan
antara keduanya. Pada lembaga pendidikan yang bersifat keilmuan, isi kurikulum
sebagian besar atau bahkan hampir seluruh pengetahuannya sedangkan pada lembaga
pendidikan professional atau lembaga pelatihan sebagian besar bentuknya kemampuan.
Isi kurikulum disusun atau diorganisasikan dengan cara-cara tertentu.
Ada beberapa pendekatan dalam pengorganisasian isi kurikulum:
1. Pendekatan mata pelajaran (Subject area atau Discipline approach).
Isi kurikulum tersusun dalam mata pelajaran berdasarkan disiplin ilmu, seperti:
Matematika, Fisika, Biologi,
Sosiologi.
2. Pendekatan fusi (fused curriculum approach)
Penyatuan dua atau lebih isi kurikulum mata pelajaran yang memiliki hubungan
2. Pendekatan fusi (fused curriculum approach)
Penyatuan dua atau lebih isi kurikulum mata pelajaran yang memiliki hubungan
yang sangat dekat sehingga membentuk mata pelajaran baru,
seperti: Biologi
dengan Kimia menjadi Biokima
atau Biogenetik; Geologi dengan Geografi, Botani,
dan Archeologi menjadi Earth
Science
4.
Pendekatan bidang studi (Broad fields
approach)
Pendekatan bidang studi
hampir sama dengan fusi, menyatu beberapa isi mata
pelajaran yang mempunyai kaitan
yang sangat erat, dalam bentuk unit-unit bahan
ajaran yang sudah terintegrasi.
Dalam studi sosial atau IPS yang mengabungkan
materi Sejarah, Geografi,
Ekonomi, di SD memunculkan unit-unit bahan ajaran:
transfortasi, pariwisata, lalulintas, transmigrasi, banjir. Pada jenjang pendidikan
transfortasi, pariwisata, lalulintas, transmigrasi, banjir. Pada jenjang pendidikan
menengah dan tinggi, pendekatan
bidang studi melahirkan studi-studi
interdisipliner.
4. Pendekatan masalah social (Social problems approach)
Dalam bidang Humanitas digunakan pendekatan-pendekatan masalah sosial. Isi
4. Pendekatan masalah social (Social problems approach)
Dalam bidang Humanitas digunakan pendekatan-pendekatan masalah sosial. Isi
kurikulum terdiri atas sejumlah
unit masalah sosial.
5. Pendekatan akuntabilitas (Accountability Approach)
Pendekatan ini banyak digunakan dalam pendidikan pelatihan. Untuk menjamin
5. Pendekatan akuntabilitas (Accountability Approach)
Pendekatan ini banyak digunakan dalam pendidikan pelatihan. Untuk menjamin
efisiensi dan efektivitas
pendekatan akuntabilitas menerapkan pendekatan sistem
yang disebut teknologi
instruksional. Bahan ajar lebih nampak sebagai kemampuan
atau kompetensi yang harus
dikuasai siswa, yang disusun secara sistematis.
6. Pendekatan terpadu (Integrated Approach)
Bahan ajar disusun secara terpadu dalam tema-tema, Tema-tema tersebut dapat
6. Pendekatan terpadu (Integrated Approach)
Bahan ajar disusun secara terpadu dalam tema-tema, Tema-tema tersebut dapat
berupa aspek-aspek kehidupan,
kegiatan, masalah, ataupun, kemapuan yang akan
dikembangkan.
G. Proses
Ada 5 Tahapan Design Kurikulum
Menurut Rabilotta ada 5 tahapan sistematis yang harus dilalui untuk mendapatkan Disain Kurikulum yang sukses. Untuk memastikan Disain Kurikulum yang solid dan relevan, dalam setiap fase dari proses tersebut terdapat pertanyaan-pertanyaan kunci yang bisa diajukan untuk membantu mengumpulkan informasi yang benar.
1. Fase Pertama:
Biasanya inisiatif bermula dari seorang pemimpin senior. Adapun pernyataan awal dari kebutuhan-kebutuhan training dan cakupan proyek pendahuluan.
• Apakah yang menjadi visi dari proyek ini?
• Siapa yang menjadi target pendengar/ peserta?
2. Fase Kedua:
Mengidentifikasi kebutuhan bisnis masa sekarang dan yang akan datang sehingga training biasa didisain untuk mendukung kebutuhan-kebutuahan tersebut.
• Apakah yang menjadi tujuan bisnis utama untuk organisasi ini sekarang dan
dalam sekian tahun yang akan datang?
• Kinerja seperti apa yang akan dibutuhkan oleh para karyawan untuk dapat
merealisasikan tujuan-tujuan tersebut?
Ada 5 Tahapan Design Kurikulum
Menurut Rabilotta ada 5 tahapan sistematis yang harus dilalui untuk mendapatkan Disain Kurikulum yang sukses. Untuk memastikan Disain Kurikulum yang solid dan relevan, dalam setiap fase dari proses tersebut terdapat pertanyaan-pertanyaan kunci yang bisa diajukan untuk membantu mengumpulkan informasi yang benar.
1. Fase Pertama:
Biasanya inisiatif bermula dari seorang pemimpin senior. Adapun pernyataan awal dari kebutuhan-kebutuhan training dan cakupan proyek pendahuluan.
• Apakah yang menjadi visi dari proyek ini?
• Siapa yang menjadi target pendengar/ peserta?
2. Fase Kedua:
Mengidentifikasi kebutuhan bisnis masa sekarang dan yang akan datang sehingga training biasa didisain untuk mendukung kebutuhan-kebutuahan tersebut.
• Apakah yang menjadi tujuan bisnis utama untuk organisasi ini sekarang dan
dalam sekian tahun yang akan datang?
• Kinerja seperti apa yang akan dibutuhkan oleh para karyawan untuk dapat
merealisasikan tujuan-tujuan tersebut?
3.Fase Ketiga :
Hasilnya: Sebuah pernyataan tentang pengetahuan (knowledge),
keterampilan-keterampilan (skills) dan prilaku-prilaku (behaviors) to mencapai visi, misi dan rencana operasi stategis organisasi. Hasil-hasil ini bisa didapat dengan pengembangan pernyataan-pernyataan kompetensi atau praktek-praktek
terbaik oleh karyawan-karyawan yang mempunyai prestasi yang tinggi.
• Apakah hasil yang paling penting yang Anda raih dalam jabatan ini, dalam enam
bulan terakhir?
• Gambarkan bagaimana anda meraih hasil? Apakah langkah yang Anda ambil? Mengapa?
Tiga Fase awal dari Proses Disain Kurikulum memfokuskan pada pemgumpulan
informasi tentang organisasi di masa depan.
4. Fase Keempat:
Pada fase keempat dilakukan sebuah analisa tentang keterampilan yang dimiliki
karyawan saat ini.
• Bagaimana kemampuan yang dipunyai karyawan untuk mencapai kinerja dibandingkan
dengan kompetensi yang sudah ditetapkan?
• Pelatihan apakah yang ditawarkan saat ini, yang merupakan respon untuk
mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan kinerja?
Secara keseluruhan Disain Kurikulum adalah suatu proses untuk mengisi kesenjangan ini.
5. Fase kelima:
Sebuah laporan kebutuhan-kebutuhan yang dibuat dari data-data yang telah
dikumpulkan. Sebuah kurikulum pelatihan dirancang dan ditinjau untuk memastikan
disain yang sesuai target.
• Apakah kurikulum yang diajukan merupakan suatu respon yang sesuai
kebutuhan-kebutuhan kinerja/bisnis?
• Apakah cara yang paling efektif untuk mengajarkan keterampilan dan kompetensi
yang telah teridentifikasi?
Pada fase keempat dilakukan sebuah analisa tentang keterampilan yang dimiliki
karyawan saat ini.
• Bagaimana kemampuan yang dipunyai karyawan untuk mencapai kinerja dibandingkan
dengan kompetensi yang sudah ditetapkan?
• Pelatihan apakah yang ditawarkan saat ini, yang merupakan respon untuk
mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan kinerja?
Secara keseluruhan Disain Kurikulum adalah suatu proses untuk mengisi kesenjangan ini.
5. Fase kelima:
Sebuah laporan kebutuhan-kebutuhan yang dibuat dari data-data yang telah
dikumpulkan. Sebuah kurikulum pelatihan dirancang dan ditinjau untuk memastikan
disain yang sesuai target.
• Apakah kurikulum yang diajukan merupakan suatu respon yang sesuai
kebutuhan-kebutuhan kinerja/bisnis?
• Apakah cara yang paling efektif untuk mengajarkan keterampilan dan kompetensi
yang telah teridentifikasi?
H.
Evaluasi
Untuk menilai kebaikan dari suatu kurikulum diadakan evalausi kurikulum suatu
Untuk menilai kebaikan dari suatu kurikulum diadakan evalausi kurikulum suatu
evaluasi
yang baik dilakukan secara komprehensif, mencakup semua langkah kegiatan dan komponen
kurikulum, mulai dari dokumen kurikulum, pelaksanaan, hasil yang telah dicapai,
fasilitas penunjung serta para pelaksana kurikulum.
Ada beberapa model evaluasi kurikulum. Provous mengembangkan model diskrepansi (Diskrepanci model) menilai deskrepansi atau kesenjangan antara yag diharapkan dengan yang dilaksanakan. Stake mengembangkan model kontigensi-konrensi (Contigency-Congruency model). Model ini ada prinsipnya juga membandingkan yang diharapkan dengan yang dilaksanakan, tetapi selanjutnya para pelaksana kurikulum membuat rancangan untuk harapan dan pelaksanaan tersebut, sehingga kongruen dengan kegiatan belajar siswa.
Ada beberapa model evaluasi kurikulum. Provous mengembangkan model diskrepansi (Diskrepanci model) menilai deskrepansi atau kesenjangan antara yag diharapkan dengan yang dilaksanakan. Stake mengembangkan model kontigensi-konrensi (Contigency-Congruency model). Model ini ada prinsipnya juga membandingkan yang diharapkan dengan yang dilaksanakan, tetapi selanjutnya para pelaksana kurikulum membuat rancangan untuk harapan dan pelaksanaan tersebut, sehingga kongruen dengan kegiatan belajar siswa.
Stufflebeam mengembangkan model CIPP
atau Context, Input, Process dan Poduct. Evaluasi ini bersifat menyeluruh,
seluruh komponen dari kurikulum dievaluasi, mulai dari Context atau tujuan
dalam keterkaitannya dengan tuntutan masyarakat atau lapangan; Input
atau masukan yaitu siswa sebagai subyek yang
belajar, guru sebagai subyek yang mangajar, desain kurikulum sebagai rancangan
pembelajaran, media dan sarana-prasana sebagai alat bantu pengajar; proses atau
aktivitas siswa belajar dengan arahan, bantuan dan dorongan dari guru, product
atau hasil, baik hasil yang dapat dilihat dalam jangka pendek apada akhir
pendidikan atau hasil jangka panjang setelah bekerja atau belajar pada jenjang
yang lebih tinggi.
I.
Contoh Desain Kurikulum
Lembar Pengesahan
Tim Penyusun
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Lampiran
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Landasan Penyusunan KTSP
C. Tujuan Penyusunan KTSP
D. Prinsip Pengembangan KTSP
BAB II VISI, MISI, DAN TUJUAN
A. Visi
B. Misi
C. Tujuan
BAB III STRUKTUR DAN MUATAN KURIKULUM
A. Struktur Kurikulum
B. Muatan Kurikulum
1. Mata Pelajaran
2. Muatan Lokal
3. Kegiatan Pengembangan Diri
4. Kegiatan Pembiasaan
5. Pengaturan Beban Belajar
6. Ketuntasan Belajar
7. Kriteria Kenaikan Kelas
8. Kriteria Kelulusan
BAB IV KALENDER PENDIDIKAN
BAB V PENUTUP
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Contoh Silabus ( Dokumen terpisah )
2. Contoh RPP ( Dokumen terpisah )
Lembar Pengesahan
Tim Penyusun
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Lampiran
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Landasan Penyusunan KTSP
C. Tujuan Penyusunan KTSP
D. Prinsip Pengembangan KTSP
BAB II VISI, MISI, DAN TUJUAN
A. Visi
B. Misi
C. Tujuan
BAB III STRUKTUR DAN MUATAN KURIKULUM
A. Struktur Kurikulum
B. Muatan Kurikulum
1. Mata Pelajaran
2. Muatan Lokal
3. Kegiatan Pengembangan Diri
4. Kegiatan Pembiasaan
5. Pengaturan Beban Belajar
6. Ketuntasan Belajar
7. Kriteria Kenaikan Kelas
8. Kriteria Kelulusan
BAB IV KALENDER PENDIDIKAN
BAB V PENUTUP
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Contoh Silabus ( Dokumen terpisah )
2. Contoh RPP ( Dokumen terpisah )
trimakasih sangat membantu, mohon ijin untuk di shre
BalasHapus